Saya adalah manusia kelima dari lima bersaudara, memiliki darah jawa dari ayah dan darah sumatra dari bunda. hidup dengan segala perjuangan walau tak jarang menuai kegagalan, karena yang pasti hidup telah diberikan dan harus terus berjalan untuk menemukan arti hidup
Benarkah tepukan satu tangan gaungnya lebih keras dari tepukan dua tangan? Mengapa batu berlumut tak takut terhanyut? Akankah laut hilang tertimbun tanah? Ataukah daratan lenyap tertelan lautan? Lalu dimanakah capung mesti berpijak - - ? !!?!!
Dan ketika gerhana matahari…… Bulan bertanya: Mengapa kau tak pernah mau mengejarku? Lalu Matahari-pun menjawab: Apalagi yang kuharapkan Jika engkau mengejarku terlalu bersemangat Sehingga tak sadar tlah berada jauh didepanku Sedang kaupun sibuk mengitari Bumi Sebenarnya apa yang kau mau? Lalu Bulan berusaha mendekap Matahari Namun hatinya pedih memandang Bumi yang menangis Membelakanginya…. Dalam gerhana bulan tertusuk ketakberdayaan dan kepiluan……. Bulan menghampiri Bumi Dan berkata: Marilah berjalan mengikuti garis masing-masing.... Bumi tertunduk Tiada menggeleng ataupun mengangguk Hanya membiarkan diri bergerak dengan sendirinya Karena Ia tahu garisnya
Tak akan Matahari meredup Karma Bulan pasti kan berkerut Jika bulan temaram Pastilah Bumi mati meradang Lalu kenapa tiba-tiba kau tulis bait tentang cinta dan rindu?
Kenapa harus memindah gunung Kalau hanya mencari tempat bermenung Kenapa harus mewarnai langit Kalau hati sedang pahit Kenapa harus mengaduk tanah Kalau perasaan sedang gundah Biar saja air mengalir ke muara Karma ia tahu sumbernya Biar saja asap menemui awan Karma mereka dilahirkan berdampingan
Sungai mengalir tak menahan air Batuan hanya bersentuhan Tidak mendorong tidak menahan Tak takut terhanyut meski berlumut Karma lumut tak takut air Jadilah sungai Jadilah batu Jadilah lumut
Jangan bertanya kanan atau kiri Mana atas mana bawah Ke depan atau ke belakang Kalau jawabnya akan selalu sama Jangan hanya mendengarkan yang bicara Yang tak bicara lebih berbahaya Karna burungpun bisa dilatih berbicara Akan tetapi tetap tak mengerti artinya Maka janganlah memaksakan diri Kalau merasakan kenapa tak mau mengakui
Pada awalnya adalah sirna Pada akhirnya juga sirna Dari sirna kembali sirna Sirna itu tak ada Sempurna itu sirna Pada awalnya adalah kosong Menyongsong kearah kosong Berakhir pada sirna Sirna itu biasa Biasa itu sempurna Sirna itu sirna Sirna Biasa saja
Sirna itu kembali ke tanah Tanah itu Lumpur Sirna itu kembali ke air Air itu tanah Tanah itu hidup Air itu hidup Hidup itu sirna Kemana air mengalir Jawabnya tepukan satu tangan Kemana angin bertiup Tepukan satu tangan Jika hujan dari tanah ke langit Tepukan satu tangan Kalau sirna Tepukan satu tangan
Tlah paripurna paparan bait Bantala Parwa Agar tak memecah rasa merusak makna Maka tak perlulah tercurak perwita Karma dalam genggaman Sang bumi semua ada Jazad inipun tlah berharap tuk kembali Ke dalam bumi bawana Pujangga berkata: Semakin banyak bicara semakin banyak salah kata Sedikit bicara sedikit salah kata Takut salah jangan bicara Ada yang bilang diam itu emas Tapi kadang diam itu menghanyutkan Menuju entah benar atau salah Dan kesalahan itu menumbuhkan rasa Mengerti, memahami, membebani, menghargai, mentoleransi, mensifati, dan menjiwai Tapi kesalahan juga menyuburkan kebencian, amarah, dan dendam Begitulah dalam kehidupan
Molo segoro sirno Sedumuk bathuk senyari bumi Setengkel tugel setiti mati Sirno soko pangarsaningsun Tan keno ora, amblas saknaliko Songsong bawono bumi bengkah